Rabu, 12 September 2007

C. Faktor-faktor Penunjang Pembentukan Kabupaten Konservasi

Awal pemikiran pembentukan Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat berbagai kondisi internal yang dimiliki Kabupaten Malinau, serta faktor eksternal lainnya yang dapat mendukung usaha pembentukannya sebagai Kabupaten Konservasi.

Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Luas total Kabupaten Malinau adalah + 42.620,70 km2, dimana + 1.774.817 ha atau 41.64% merupakan kawasan konservasi dari keseluruhan total luas hutan di Kabupaten Malinau.

2. Di Provinsi Kalimantan Timur terdapat beberapa Taman Nasional yaitu Taman Nasional Kutai di Kabupaten Kutai Timur dan Taman Nasional Kayan Mentarang yang berada di Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan, dan dari keseluruhan Taman Nasional yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Malinau memiliki wilayah Taman Nasional terluas yaitu 1.030.170 ha

3. Keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang letaknya berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah (Malaysia Timur) merupakan kawasan yang rawan terjadinya kerusakan lingkungan yang berasal dari negara Malaysia. Sehingga untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan tersebut perlu penguatan pengawasan dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten Malinau dengan menetapkan Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi.

4. Kekayaan keanekaragaman hayati (Biodiversity) yang dimiliki Taman Nasional Kayan Mentarang merupakan asset yang sangat berharga bagi penelitian dan pengembangan (research and development), bahkan di Kabupaten Malinau telah dibangun stasiun penelitian dan pengembangan keanekaragaman hayati (Center for Researh and Development of Biodiversity) di Lalut Birai Desa Long Alango, Kecamatan pujungan.

5. Sebagai derah otonomi yang memiliki kawasan hutan cukup luas, bahkan sering dijuluki “The Heart of Bomeo”, maka tanggung jawab pengelolaan hutan menjadi penting untuk diperhatikan, karena dari segi posisi geografis, letak Kabupaten Malinau yang berada di daerah hulu memiliki arti penting sebagai daerah penyangga tata guna air bagi wilayah di hilirnya. Untuk itu hutan sebagai pengatur tata guna air serta sebagai stabilisator emisi gas buangan, keberadaannya harus terus dipertahankan, dalam arti pemanfaatan hutan dengan mengkonversi lahan, hendaknya dilakukan dengan mengacu pada prinsip kehati-hatian dan lestari.

6. Terdapat suatu mekanisme yang mewajibkan negara–negara maju serta lembaga-lembaga lingkungan internasional untuk memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang yang melakukan perlindungan dan konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati, dimana mekanisme itu disebut dengan Protokol Kyoto (Kyoto Protocol).

Tidak ada komentar: